Imunisasi adalah prosedur terpercaya saat ini untuk mencegah penyakit menular yang menimbulkan kematian dan kecacatan yang tinggi seperti tuberkulosis, hepatitis B, difteri, pertusis, tetanus, campak dan banyak lagi. Imunisasi berasal dari kata imun (bahasa latin), yaitu tindakan medis memberikan vaksin kepada seseorang, agar orang tersebut membentuk kekebalan terhadap penyakit tertentu. Vaksin mengandung suatu zat (kuman, racun kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan) yang merangsang sistem imun untuk memproduksi antibodi yang sifatnya selain spesifik juga dapat bertahan untuk jangka waktu lama karena adanya sel memori. Imunisasi merupakan tindakan medis yang paling efektif, efisien, dan merupakan sumbangan ilmu pengetahuan terbaik yang pernah diberikan ilmuwan di dunia ini. Prosedur ini diperkenalkan untuk pertama kalinya pada tahun 1796, oleh dokter Inggris bernama Edward Jenner yang lahir pada tanggal 17 Mei 1749 di Berkeley, Gloucestershire, Inggris. Sampai saat ini digunakan oleh seluruh negara di dunia sebagai program pemerintah karena berhasil menyelamatkan manusia dari berbagai penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) bahkan dapat mengeradikasi penyakit cacar dari muka bumi.
Upaya pencegahan PD3I harus dilakukan sedini mungkin, dan dengan meningkatnya perkembangan ilmu pengetahuan semakin banyak ditemukannya jenis vaksin baru. Sehingga pada periode 0-12 bulan seorang bayi harus mendapatkan suntikan delapan vaksin yaitu BCG, Hepatitis B, DPT, Polio, Hib, PCV dan Campak dalam 16 kali suntikan, membuat semakin padatnya jadwal vaksin yang harus diberikan. Risiko yang timbul adalah tidak tercapainya cakupan imunisasi yang harus dilaksanakan karena jadwal yang tertinggal. Selain itu akan menambah jumlah kunjungan yang mempengaruhi besarnya biaya yang harus disediakan, dan menambah jumlah suntikan yang membuat kurang nyaman pasien dan orang tuanya.
Bertambahnya jumlah vaksin baru dalam jadwal imunisasi juga menjadi perhatian internasional sejak tahun 1990, sehingga diusulkan vaksin ideal yang dapat menggabungkan semua antigen dalam satu suntikan. WHO (2004) menyetujui penggunaan vaksin kombinasi dengan catatan harus didukung oleh bukti-bukti klinis sehingga tidak mengurangi potensi dan keamanan vaksin. Vaksin kombinasi pertama diperkenalkan adalah kombinasi vaksin difteri, pertusis, dan tetanus (DPT, 1943) kemudian disusul vaksin kombinasi campak, mumps, dan rubella (MMR), dan selanjutnya kombinasi DPT dengan vaksin hepatitis B atau dengan vaksin Haemophilus influenzae tipe b (Hib).
Adakah perbedaan dan kesamaan pemberian vaksin kombinasi dengan pemberian imunisasi simultan?
Vaksin kombinasi adalah vaksin yang mengandung sejumlah antigen penyakit yang diberikan dalam satu kali suntikan. Sedangkan imunisasi simultan adalah beberapa vaksin diberikan pada waktu kunjungan yang sama, dengan beberapa suntikan di tempat yang berbeda. Perbedaan keduanya dalam jumlah pemberian suntikan, kesamaanya dalam potensi, keamanan, jumlah kunjungan dan besaran biaya.
Apakah bertambahnya jumlah vaksin memberi beban pada sistem imun bayi, sehingga mendapatkan hasil yang sebaliknya?
Mulai dilahirkan, seorang bayi akan terpapar oleh berbagai kuman. Paparan ini akan direspon oleh sisem kekebalan bayi mulai dari respon imun bawaan yang sifatnya umum dan respon imun didapat yang sifatnya spesifik. Kapasitas respon imun spesifik sangat besar, sehingga berapapun besarnya paparan kuman terhadap sistem imun spesifik akan direspon dengan baik.
Secara nyata, dengan digunakannya vaksin kombinasi terdapat pengurangan jumlah antigen yang didapat seorang bayi. Tahun 1900 jumlah antigen dalam vaksin 200 antigen, tahun 1960 sekitar 3217 antigen, tahun 1980 sekitar 3041 antigen dan saat ini mulai tahun 2000 sekitar 134 antigen.
Toto Wisnu Hendrarto
Staf Medis Fungsionil RSAB Harapan Kita, anggota SatGas Imunisasi PP IDAI