Tomi, 7 tahun, pandai bergaul dan mempunyai banyak teman. Sejak kecil tampak bahwa ia seorang anak yang cerdas. Ia mencapai semua tahapan perkembangan pada waktunya, bahkan terbilang cepat dibandingkan anak lain seusianya. Namun saat masuk SD, prestasi Tomi di sekolah mengecewakan. Ia mengalami kesulitan membaca. Gurunya mengeluh bahwa Tomi sering tidak dapat menyelesaikan tugasnya. Di rumah, Tomi cenderung malas mengerjakan PR, suatu hal yang menjadi sumber konflik dengan orangtuanya.
Skenario seperti di atas tentu tidak asing lagi bagi orangtua anak dengan gangguan belajar. Sekitar 5-10% anak di dunia mengalami gangguan belajar. Gangguan belajar adalah segolongan gangguan yang menyebabkan anak sulit menguasai ketrampilan tertentu atau menyelesaikan tugas tertentu, apabila ia belajar dengan cara konvensional. Penyebab gangguan tersebut belum diketahui secara pasti, namun diduga terdapat faktor yang memengaruhi kemampuan otak menerima dan memroses informasi. Faktor genetik diduga berperan; terkadang anak dengan kesulitan belajar memiliki anggota keluarga yang pernah mengalami keluhan serupa dengan tingkatan yang bervariasi.
Kapan seorang anak dicurigai mengalami gangguan belajar?
Apabila prestasi akademik seorang anak tidak sesuai dengan kemampuan intelektualnya, anak tersebut dicurigai mengalami gangguan belajar. Anak mungkin mengalami gangguan membaca, menulis, mengeja, berbicara, mendengarkan, berpikir, atau melakukan perhitungan matematika.
Apa saja gejala gangguan belajar?
Anak dengan gangguan belajar perlu mengerahkan usaha yang sangat keras untuk belajar. Hal ini menyebabkan anak lelah, yang mungkin muncul dalam bentuk bosan sekolah, rasa cemas atau takut terhadap sekolah, perilaku yang mengganggu kegiatan belajar-mengajar (misalnya bercanda berlebihan atau mengganggu teman), dan membutuhkan waktu lebih banyak untuk menyelesaikan tugas dibandingkan teman-temannya.
Bila keadaan di atas berlarut, anak akan jatuh ke dalam fase school distress. Pada fase ini anak sering mendapat nilai jelek, sering absen, sering mendapat hukuman mulai dari yang ringan hingga diskors, menarik diri dari pergaulan, dan mungkin menunjukkan perilaku agresif hingga bullying.
Anak dengan gangguan belajar yang tidak tertangani terancam mengalami kegagalan sekolah, yaitu bila anak sampai tidak naik kelas, dikeluarkan dari sekolah, atau putus sekolah (drop out).
Beberapa bentuk gangguan belajar
Disleksia atau kesulitan membaca (dan sebagai akibatnya anak juga kesulitan menulis) adalah gangguan belajar tersering. Umumnya anak dengan disleksia kesulitan memenggal kata (memecah suatu kata menjadi suku-suku kata) dan mengenali bunyi yang tepat dari kombinasi huruf tertentu. Akibatnya, anak seperti membaca terbalik-balik (misal: pesawat dibaca eswapat, matahari dibaca atmarahi).
Disgrafia adalah kesulitan berekspresi dalam bentuk tulisan, termasuk kesulitan dalam membuat tulisan tangan, mengeja, dan mengorganisasikan pikiran.
Diskalkulia adalah kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep matematika mendasar, (misal jumlah, nilai, dan waktu), menghafal angka-angka (misal tanggal), mengorganisasikan angka, dan memahami sistem penomoran.
Gangguan bahasa reseptif juga dapat menyebabkan gangguan belajar. Informasi lebih rinci mengenai gangguan bahasa dapat dilihat di sini.
Gangguan pemusatan perhatian/hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit/hyperactivity disorder (ADHD) dahulu dianggap sebagai salah satu bentuk gangguan belajar. Saat ini anggapan tersebut sudah ditinggalkan. Walaupun anak GPPH sulit duduk diam di kelas, sebagian besar dapat belajar secara normal terutama bila GPPH sudah mendapat terapi yang memadai.
Apa yang harus dilakukan bila anak saya dicurigai mengalami gangguan belajar?
Apabila anak mengalami gejala-gejala gangguan belajar, baik dikeluhkan oleh anak sendiri maupun oleh gurunya, segeralah mencari bantuan profesional, baik dokter spesialis anak, psikolog, atau psikiater anak. Beberapa sekolah memiliki psikolog sekolah yang akan mengevaluasi anak. Diagnosis dini penting agar anak cepat mendapat penanganan dan terbebas dari label negatif seperti bodoh, malas, atau nakal. Penegakan diagnosis gangguan belajar umumnya membutuhkan pendekatan tim yang terdiri atas dokter anak, psikolog, guru, serta terapis terkait (audiologis untuk masalah pendengaran, terapis wicara untuk gangguan bicara dan bahasa, terapis okupasi, dan lain sebagainya sesuai masalah yang mendasari gangguan belajar).
Bagaimana penanganan anak dengan gangguan belajar?
Penanganan anak dengan gangguan belajar juga melibatkan tim seperti di atas. Anak mungkin membutuhkan tutor khusus. Bersama anak, terapis mungkin akan membuat rencana belajar yang disesuaikan dengan kebutuhan anak. Banyak anak dengan gangguan belajar dapat tetap belajar di kelas bersama dengan teman-temannya dan dapat melakukan hal-hal lain yang lazim dilakukan anak seusianya, seperti berolah raga dan mengikuti kegiatan ekstrakurikular.
Khususnya bagi orangtua dan lingkungan terdekat, sangat penting untuk menumbuhkan rasa percaya diri anak. Anak dengan gangguan belajar seringkali memiliki bakat atau kelebihan lain; hal ini perlu dikembangkan semaksimal mungkin agar anak merasa spesial dan berprestasi.
Apakah gangguan belajar bisa sembuh?
Orang dewasa yang (pernah) mengalami gangguan belajar pada masa anak dapat mencapai sukses akademik dan profesional pada masa dewasa. Namun sebagian masih rentan terhadap masalah dalam pekerjaan maupun hubungan sosial. Dukungan orangtua, sekolah, dan lingkungan sangat menentukan hasil akhir yang dicapai anak. Anak perlu dibimbing dan dipantau secara intensif khususnya pada masa remaja dan dewasa muda.
Walaupun bermasalah di bidang akademik, orang dengan gangguan belajar dapat mencapai prestasi tinggi di bidang lain sesuai bakat dan minatnya.
Penulis : Amanda Soebadi (Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI - RSCM)