Tinja adalah buangan sisa makanan yang tidak dicerna dan diserap tubuh. Selain itu, terdapat pula sisa cairan tubuh yang digunakan untuk pencernaan makanan dan pelepasan komponen saluran tubuh yang sudah tua, serta komponen tubuh yang dilepaskan akibat penyakit tertentu. Oleh karena itu, pemeriksaan tinja dapat digunakan untuk mendeteksi berbagai penyakit yang terkait saluran cerna.
Kekeraapan buang air besar yang normal tergantung usia. Pada bayi baru lahir sampai usia dua bulan, apalagi yang disusui ibunya, buang air besar sering terjadi, bias sampai 10 kali sehari. Hal ini disebabkan karena refleks gastrokolika masih kuat. Refleks gastrokolika ialah refleks tubuh yang meningkatkan pergerakan usus besar yang timbul akibat makan dan minum sehingga bayi buang air besar segera setelah makan. Tinja tampak cair, berbusa, dan berbau asam. Hal ini disebabkan karena usus bayi belum berfungsi sempurna sehingga sebagian laktosa (gula susu) tidak dicerna dengan sempurna. Laktosa yang tidak dicerna usus halus masuk ke usus besar dan difermentasi oleh bakteri. Mirip proses fermentasi bila kita membuat tape ketan. Terbentuk gas, terlihat seperti buih. Berbau asam karena terbentuk asam-asam organik dan berbentuk cair karena terbentuk cairan akibat proses fermentasi. Jadi sepanjang kenaikan berat badan bayi normal dan bayi tampak sehat, buang air besar yang sering, berbuih, dan berbau asam merupakan hal yang normal.
Mendekati usia dua bulan, bayi mulai tampak jarang buang air besar. Yang tadinya tiap hari dan sering, kini mulai jarang. Bahkan bisa sampai 5-7 hari belum buang air besar. Kenapa begitu? Fungsi saluran cerna bayi berangsur berkembang, refleks gastrokolika mulai mengendur. Ketersedian enzim laktase untuk mencerna gula susu (laktosa) mulai mencukupi sehingga laktosa mulai dicerna dengan baik, fermentasi laktosa berkurang. Namun, koordinasi otot-otot sekitar anus belum sempurna sehingga bayi sukar mengeluarkan tinja yang mulai memadat kental. Jadi, sepanjang bentuk tinja masih berbentuk pasta/lembek, buang air besar yang jarang merupakan hal yang normal. Apa yang bisa dilakukan ibu? Ambil termometer air raksa, licinkan ujungnya yang tumpul dengan sabun, masukkan ujung yang tumpul itu ke dalam anus bayi sedalam kira-kira dua sentimeter. Dengan cara ini, bayi terangsang untuk mengeluarkan tinjanya. Para ibu jaman dulu ada yang menggunakan sabun yang dibentuk, boleh saja.
Lain halnya bila tinja keras dan berbentuk bulat, seperti tahi kambing, ini baru tergolong sembelit atau konstipasi. Bila sejak lahir bayi sudah mengalami kesulitan buang air besar dan tinjanya keras, perlu dikonsultasikan pada dokter. Sebab ada penyakit bawaan yang namanya penyakit Hirschsprung. Sejak lahir sudah terlihat gejalanya berupa keterlambatan pengeluaran mekonium. Mekonium ialah tinja pertama bayi yang berwarna hitam, yang pada bayi normal biasanya keluar dalam 24 jam pertama pascalahir. Selanjutnya pada bayi yang mengalami penyakit Hirschcprung, sejak lahir sudah mengalami sembelit. Perut membuncit karena adanya tumpukan tinja dalam usus. Operasi oleh ahli bedah merupakan pengobatannya.
Dari buang air yang sering, dengan bertambahnya umur kekerapan buang air besar makin mendekati normal. Setelah berusia tiga tahun, biasanya buang air besar anak sudah sama seperti orang dewasa, satu kali sehari. Pada anak normal, buang air besar sejarang-jarangnya sekali tiap tiga hari, dan sesering-seringnya tiga kali sehari, asalkan bentuk tinjanya normal, tidak encer atau tidak keras.
Bentuk tinja tergantung pada kandungan air di dalamnya. Bila kandungan air sedikit, bentuk tinja tidak akan keras, seperti terjadi pada sembelit. Bila kandungan air banyak, bentuk tinja akan encer/cair, seperti terjadi pada diare. [bersambung]
Klik di sini untuk melihat bagian 2
Penulis: Agus Firmansyah
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Artikel pernah dimuat di kompas, kolom klasika, tanggal 7 Juli 2013