“Dokter, anak saya demam dari kemarin, apa mungkin Tipus ya dok?” Pertanyaan tersebut merupakan pertanyaan yang paling sering diajukan oleh orang tua kepada dokter ketika anaknya sedang demam. Tipus, atau dalam bahasa medis demam tifoid, seolah-olah merupakan momok yang menakutkan bagi orang tua. Biasanya ketika anaknya dikatakan menderita demam tifoid, yang terbayang di pikiran orang tua adalah observasi di ruang rawat inap, anak harus diinfus, membutuhkan waktu yang lama untuk sembuh dan lain-lain. Demam tifoid telah banyak diketahui, tetapi rupanya belum banyak dikenali. Seperti apa anak yang dikatakan sebagai demam tifoid? Apa saja “Do or Don’t” bagi anak yang menderita demam tifoid? Berbagai pertanyaan tersebut akan dibahas dalam artikel ini.
Apa yang dimaksud dengan demam tifoid dan bagaimana anak dikatakan menderita demam tifoid?
Demam tifoid, oleh orang awam sering kali disebut tipus, merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman “Salmonella typhii”. Demam tifoid dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Demam tifoid menular melalui kotoran (fecal-oral) dan sangat erat kaitannya dengan higienisitas seseorang.
Kelompok usia yang rentan menderita demam tifoid adalah anak pada kelompok usia 5 tahun ke atas. Pada usia tersebut, anak sudah mulai masuk sekolah dan mengenal jajanan di luar rumah. Makanan atau jajanan yang kurang bersih dapat mengandung kuman S. typhii dan masuk ke tubuh anak jika termakan.
Anak yang menderita demam tifoid, umumnya memiliki gejala demam lebih dari 1 minggu. Selain itu, keluhan yang dominan dialami oleh anak adalah keluhan pada saluran cerna, seperti mual, muntah, mencret, atau pada anak yang lebih besar terkadang sembelit/susah BAB.
Gejala-gejala seperti ini juga dapat muncul pada infeksi saluran cerna yang lain. Oleh karena itu, sering kali orang tua menyebutnya sebagai “gejala tipus”. Namun, yang membedakan adalah pada demam tifoid, suhu tubuh anak ketika demam perlahan-lahan semakin tinggi setiap harinya (step ladder), terutama menjelang sore misalnya hari ini suhu saat demam 38oC, keesokan harinya 38,5oC, keesokan hari kemudian 39oC, dan seterusnya. Demamnya juga sulit turun walaupun sudah diberikan obat penurun panas.
Pada anak yang mengeluh demam 1-2 hari, sebaiknya orang tua lebih waspada terhadap demam berdarah dengue daripada demam tifoid, karena gejala pada demam berdarah dengue lebih cepat memberat dibandingkan tifoid.
Orang tua tentu juga sering mendengar istilah paratipus, atau paratifoid. Paratifoid disebabkan oleh kuman Salmonella paratyphii. Infeksi paratifoid cenderung tidak lebih berbahaya dibandingkan tifoid dan respon terhadap pengobatan pada infeksi paratifoid umumnya juga lebih cepat dibandingkan dengan tifoid.
Untuk memastikan apakah anak infeksi tifoid atau bukan, dibutuhkan pemeriksaan laboratorium untuk menemukan dan membiakkan kuman tifoid, melalui sampel darah. Pemeriksaan lain yang dapat digunakan adalah pemeriksaan antibody terhadap kuman S. Typhii (Typhii dot).
Bahayakah demam tifoid?
Demam tifoid berbahaya di akhir minggu kedua demam atau awal minggu ketiga, karena sering kali muncul komplikasi pada periode tersebut. Komplikasi akibat infeksi tifoid salah satunya berupa peritonitis dan terbentuknya perdarahan pada saluran pencernaan atau perforasi. Komplikasi tersebut disebabkan oleh kuman S. typhii yang “menggerogoti” lapisan mukosa usus.
Komplikasi lain dari demam tifoid umumnya berhubungan dengan gejala tifoid. Anak yang sedang sakit demam tifoid sering kali tidak mau minum dan muntah-muntah. Jika tidak diberikan minum sesering mungkin dapat mengakibatkan dehidrasi dan dapat berlanjut menjadi penurunan kesadaran dan gejala lain yang lebih berat. Selain itu, demam dapat mengakibatkan kejang demam pada anak balita.
Apa yang dapat dilakukan oleh orang tua?
Bila orang tua mendapati anaknya sedang demam, jangan panik. Berikan obat penurun panas (parasetamol) saat anak sedang demam. Untuk meredakan demam, kompres anak dengan air hangat di daerah lipat ketiak dan pangkal paha selama 15 menit. Jangan lupa berikan anak minum sesering mungkin agar tidak dehidrasi.
Anak sebaiknya melakukan tirah baring/bed rest, supaya tidak semakin demam dan anak dapat beristirahat. Tidak ada pantangan makanan pada anak yang sedang demam tifoid. Sayur dan buah masih boleh diberikan, tetapi yang paling penting adalah minum sesering mungkin. Jus, susu, atau minuman lain yang disukai oleh anak boleh diberikan. Bila dalam tiga hari kondisi anak tidak kunjung membaik, bawalah anak berobat ke dokter setempat.
Pengobatan pada demam tifoid selain obat penurun panas, juga meliputi terapi antibiotik. Lama pengobatan dengan antibiotik bervariasi, tergantung jenis antibiotik dan ketahanan/resistensi kuman terhadap antibiotik. Pada umumnya, anak terinfeksi kuman tifoid yang sudah mendapat terapi antibiotik menunjukkan tanda-tanda perbaikan setelah hari kelima pengobatan.
Pengobatan juga tidak harus dilakukan di ruang rawat inap. Anak masih dapat berobat jalan selama anak tersebut masih dapat minum. Namun, bila anak sama sekali tidak mau minum dan lemas, anak harus dirawat inap.
Bagaimana menghindari agar anak tidak terinfeksi kuman tifoid?
Infeksi kuman tifoid berhubungan dengan kebiasaan seseorang dalam menjaga kebersihan dirinya. Karena penularannya melalui mulut atau makanan, hindarkan anak dari kebiasaan jajan sembarangan. Di rumah pun ibu harus memasak air sampai mendidih selama 15 menit agar kuman di dalamnya mati. Selain itu, bila di rumah menggunakan air minum dari galon, perhatikan pula air isian dari gallon tersebut. Biasanya air refill dari gallon dipanaskan sampai suhu 700C saja dan tidak semua kuman mati. Selain itu, budayakan kebiasaan mencuci tangan setelah bermain dan sebelum makan agar kuman tidak masuk ke mulut.
Saat sekarang ini, vaksin untuk tifoid sudah tersedia dan direkomendasikan oleh Satuan Tugas Imunisasi PP IDAI untuk diberikan mulai anak usia 2 tahun, diulang setiap 3 tahun.
Penulis : Dr. Anthony Christian Darmawan
Reviewer : Dr. Mulya Rahma Karyanti, Sp.A(K), MSc
*Artikel ini ditulis berdasarkan wawancara dengan Dr. Mulya Rahma Karyanti Sp.A(K), MSc pada tanggal 8 Juni 2016 di Departemen IKA, RSCM.