Sindrom Rubela Kongenital

Rubela dikenal masyarakat luas sebagai campak jerman. Infeksi rubela jika terjadi pada bayi, anak, atau orang dewasa tidak berakibat fatal, tetapi jika terjadi pada ibu hamil dan virus tersebut menginfeksi janin yang sedang dalam kandungan akan berakibat fatal dan dapat menyebabkan sindrom rubela kongenital.

Apakah itu sindrom rubela kongenital?

Sindrom rubela kongenital (SRK) adalah suatu kumpulan gejala penyakit terdiri dari katarak (kekeruhan lensa mata), penyakit jantung bawaan, gangguan pendengaran, dan keterlambatan perkembangan, termasuk keterlambatan bicara dan disabilitas intelektual. Sindrom rubela kongenital disebabkan infeksi virus rubela pada janin selama masa kehamilan akibat ibu tidak mempunyai kekebalan terhadap virus rubela. Seorang anak dapat menunjukkan satu atau lebih gejala SRK dengan gejala tersering adalah gangguan pendengaran.

Seberapa besar masalah yang dapat ditimbulkan akibat infeksi rubela selama kehamilan?

Jika infeksi terjadi pada bulan pertama kehamilan, risiko terkena sebesar 43 persen. Risiko tersebut meningkat menjadi 51 persen jika infeksi terjadi pada 3 bulan pertama kehamilan, dan dapat terjadi keguguran, bayi lahir mati atau kelainan bawaan berat yaitu SRK. Risiko menurun jika infeksi terjadi setelah 3 bulan pertama kehamilan (23 persen) dan kelainan bawaan sangat jarang ditemukan jika infeksi terjadi di atas usia kehamilan 5 bulan. Sebelum ditemukan vaksin rubela, pada 1962-1965 terdapat pandemi rubela global dengan 12,5 juta kasus di Amerika Serikat, dengan gejala radang otak sebanyak 2.000 kasus, 11.250 keguguran, 2.100 kematian bayi baru lahir, dan 20.000 kasus dengan SRK. Setelah era vaksinasi, selama tahun 2005-2011 hanya ditemukan 4 kasus di AS. Rubela di negara maju saat ini tidak lagi merupakan masalah kesehatan dengan luasnya cakupan imunisasi. Negara berkembang seperti Indonesia tentu patut mempertimbangkan program imunisasi mengingat masalah kesehatan dan kecacatan yang dapat ditimbulkan.

Apakah terdapat pengobatan untuk SRK?

Tidak terdapat pengobatan yang spesifik untuk virus rubela. Terapi hanya ditujukan untuk memperbaiki kelainan yang ditimbulkan. Jika terdapat katarak atau penyakit jantung bawaan dilakukan operasi, untuk gangguan pendengaran dilakukan implantasi koklea (organ pendengaran di telinga tengah) sedangkan keterlambatan perkembangan yang sering menyertai SRK diterapi dengan berbagai macam terapi, seperti fisioterapi, terapi wicara, okupasi dan lain-lain, serta anak biasanya memerlukan sekolah khusus.

Apakah SRK dapat dicegah?

Bayangkanlah seorang anak dengan SRK, dia akan hidup dengan gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, serta gangguan intelektual. Mengingat beratnya kecacatan yang ditimbulkan, besarnya biaya operasi, serta terapi-terapi yang harus diperoleh anak sepanjang hidupnya tentu biaya yang dikeluarkan sangat besar yang dapat menjadi beban keluarga maupun pemerintah.

Oleh karena itu sangatlah bijaksana untuk melakukan tindakan pencegahan dengan cara vaksinasi rubela terutama untuk anak perempuan agar mempunyai kadar antibodi yang cukup pada saat usia reproduksi serta ibu hamil tidak boleh kontak dengan penderita rubela. Vaksin rubela telah dipakai lebih dari 40 tahun. Satu dosis vaksin memberikan perlindungan sebesar 95 persen selama hidup, sama dengan kekebalan yang disebabkan infeksi alamiah. WHO merekomendasikan vaksin rubela, terutama di negara-negara berkembang dengan cakupan vaksinasi rubela masih rendah. Vaksin dapat diberikan sendiri atau bersamaan dengan vaksin lain seperti measles/campak dan mumps/gondongan. Saat ini, di Indonesia vaksin rubela yang beredar adalah vaksin yang diberikan bersama dengan mumps dan measles.

Penulis : DR. Dr. Setyo Handryastuti, Sp.A(K)

*Artikel ini pernah dimuat di kolom Apa Kata Dokter, KOMPAS pada 8 Februari 2015.

Silahkan bagikan artikel ini jika menurut anda bermanfaat bagi oranglain.