Bijak Menimbang Batas Pemakaian Media Pada Remaja

Kemajuan teknologi informasi sangat pesat dalam beberapa dekade ini dan membawa dampak positif maupun negatif bagi kaum remaja. Penggunaan internet, televisi, telepon seluler, smartphone, Facebook, Twitter, MySpace, Path, Instagram, Whatsapp, Blackberry messenger, dan lainnya saat ini marak di dunia. Semua ini memungkinkan munculnya aktifitas komunikasi melalui media short message service (sms), chatting, komentar dalam forum online, blog, chatrooms, status updating seperti pada Twitter dan Facebook, dan bentuk komunikasi online lainnya.

Di Indonesia, sebagian besar anak (69%) masih menggunakan komputer, sebanyak 34% menggunakan laptop, dan sekitar 52% anak menggunakan  telepon seluler dan smartphone untuk mengakses internet. Hal ini juga membuat pergeseran budaya, dimana 89% persen anak berkomunikasi secara online dengan teman-teman, 56% dengan keluarga dan 35% dengan guru mereka melalui media internet. Namun, terdapat data yang berisiko, sebesar 24% anak berhubungan dengan orang yang tidak mereka kenal dan 25% memberitahukan alamat dan nomor telepon mereka.

Dampak positif maraknya penggunaan alat komunikasi online antara lain berkembangnya kemungkinan untuk bersosialisasi, komunikasi, dan pertemanan yang tidak saja lintas propinsi namun juga lintas negara. Selain itu, membuka kesempatan untuk proses belajar, akses berita, informasi kesehatan dan lainnya. Dampak negatifnya antara lain akses yang tanpa batas terhadap tayangan yang berbau kekerasan, pornografi, perilaku konsumtif untuk membeli benda yang diiklankan di internet, sexting dan salah satu tantangan baru yaitu cyberbullying. Anak dan remaja cenderung untuk meniru dan mencoba hal yang dianggapnya baru dan menantang. Sekitar 52% anak di Indonesia telah menemukan konten pornografi melalui iklan atau situs yang tidak mencurigakan, namun hanya 14 % mengakui telah mengakses situs porno secara sukarela.

Seperti halnya televisi, internet juga berpengaruh terhadap peningkatan kejadian penggunaan rokok, alkohol dan pergaulan bebas termasuk  seks bebas. Keadaan ini menyebabkan munculnya masalah tidak hanya fisik, namun mental, emosional, perilaku dan masalah sosial pada remaja. Perilaku dapat menjadi agresif, violent behavior, bullying, juga menyebabkan ketakutan, depresi, gangguan tidur, mimpi buruk dan bahkan bunuh diri. Data di Indonesia menunjukkan persentase yang relatif tinggi anak-anak yang menjadi korban cyberbullying. Sebanyak 55% cyberbullying terjadi pada saat di lingkungan sekolah dan 45% di luar lingkungan sekolah.

Penulis : Dr.Bernie Endyarni E,Medise,Sp.A

Ikatan Dokter Anak Indonesia

Artikel pernah dimuat di Kompas, Kolom Klasika, tanggal 7 Februari 2016

 

 

Silahkan bagikan artikel ini jika menurut anda bermanfaat bagi oranglain.