Menyusui dalam keadaan bencana

Bencana dapat menyebabkan dampak yang besar bagi masyarakat yang mengalaminya. Mereka harus mengungsi atau pindah ke tempat lain, tinggal berdesak-desakan, kelaparan, kekurangan air bersih, sanitasi kurang baik, dan beban kerja sistem pelayanan kesehatan yang sangat tinggi. Keadaan tersebut meningkatkan angka kesakitan dan kematian bayi dan anak kecil. Dalam situasi tersebut, bayi yang tidak disusui mempunyai risiko tinggi terkena penyakit. Selain itu tidak adanya dukungan, sumber makanan, dan pengetahuan akan bagaimana cara pemberian makan pada bayi dan anak dalam keadaan darurat, ikut berkontribusi meningkatkan risiko timbulnya penyakit

Dalam keadaan bencana atau situasi darurat perlindungan yang diberikan oleh air susu ibu (ASI) menjadi sangat penting karena merupakan langkah cepat dan tepat yang dapat menyelamatkan jiwa bayi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak yang tidakdisusui dan hidup di daerah yang rawan penyakit dan lingkungan tidak higienis mempunyai risiko antara 6-25 kali lebih tinggi untuk meninggal karena diare, dibanding anak yang disusui. Menyusui bayi secara eksklusif sangat menguntungkan, karena aman dan produksinya terjamin, serta tidak terpajan air yang terkontaminasi kuman dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit.

Langkah-langkah yang tepat diperlukan agar pemberian ASI atau proses menyusui tetap terjaga dan berkelanjutan, serta bayi dan anak mendapat asupan makanan dengan optimal. Rasa aman dan hangat yang didapatkan dengan menyusui merupakan hal penting bagi ibu dan bayinya dalam situasi kacau yang ditimbulkan suatu bencana. Risiko yang disebabkan oleh pemberian makan dengan botol dan susu formula meningkat secara dramatis pada keadaan ini, karena higiene yang buruk, populasi padat penduduk, dan terbatasnya air dan sumber energi. ASI dapat merupakan satusatunya jenis makanan bayi dan anak yang aman dan masih dapat terus tersedia.

Menepis mitos

Pada keadaan gempa berkembang beberapa pendapat umum di masyarakat, antara lain:

  • Dalam keadaan stres, -- ibu tidak dapat menyusui
  • Ibu yang malnutrisi tidak dapat memproduksi cukup ASI
  • ASI yang sudah berhenti tidak dapat diusahakan untuk diproduksi kembali
  • Promosi menyusui secara umum sudah cukup sering dilakukan
  • Pemberian makanan/ minuman pengganti ASI (susu formula dan/ atau cairan lainnya) merupakan tindakan yang diperlukan pada keadaan bencana.

Pendapat-pendapat tersebut hanya merupakan mitos, karena sebenarnya Ibu dapat menyusui dengan baik dalam keadaan stres. Pengeluaran ASI dipengaruhi suatu refleks yang dinamakan letdown reflex yang memang dipengaruhi oleh stres, tetapi tidak demikian halnya dengan produksi ASI. Kedua proses ini dipengaruhi oleh 2 hormon yang berbeda. Cara mengatasi kurangnya pengeluaran ASI adalah dengan meningkatkan hisapan bayi pada payudara, sehingga meningkatkan pengeluaran hormon oksitosin. Penelitian membuktikan bahwa ibu menyusui mempunyai respons yang rendah terhadap stres Jadi, membantu ibu untuk memulai atau meneruskan menyusui dapat membantu mereka mengurangi stres yang dialaminya.

Ibu malnutrisi dapat menghasilkan cukup ASI

Pada umumnya ibu dapat memproduksi ASI yang cukup untuk bayinya dan sangat jarang ditemukan ibu yang tidak memproduksi ASI secara cukup. Oleh karena itu, sangat perlu dibedakan produksi ASI yang memang kurang atau hanya persepsi saja bahwa produksi ASI kurang. Produksi ASI relatif tidak terpengaruh jumlah dan kualitasnya, kecuali pada ibu yang mengalami malnutrisi berat. Keadaan ini hanya ditemukan pada 1% ibu. Bila ibu malnutrisi, yang menderita atau mengalami malnutrisi adalah ibunya bukan bayinya, sehingga yang memerlukan bantuan adalah ibunya. Cara yang tepat untuk mengatasi hal ini adalah dengan memberi makan ibunya, bukan bayinya. Ibu akan lebih tahan terhadap bahaya kumankuman yang menyebabkan penyakit. Dengan memberi makan ibu, ibu dan anaknya tertolong tanpa membahayakan siapapun. Pemberian suplemen atau formula pada bayi dapat menurunkan produksi ASI, karena hisapan bayi pada payudara akan berkurang. Cara tepat mengatasi kurangnya produksi ASI adalah dengan meningkatkan frekuensi menyusui, sehingga makin sering bayi menghisap payudara.

Ibu yang sudah tidak menyusui dapat memproduksi ASI kembali

Ibu yang telah berhenti menyusui dapat mengeluarkan dan memproduksi ASI kembali, yang disebut sebagai relaktasi. Relaktasi ini dapat diusahakan dengan merangsang puting dan pengeluaran ASI. Rangsangan puting didapatkan melalui hisapan bayi atau anak yang lebih besar, atau memerah ASI dengan tangan dan/ atau pompa. Proses ini biasanya memerlukan waktu, dapat beberapa hari atau bahkan beberapa minggu. Ibu sangat memerlukan dukungan moril, selain itu asupan makanan dan air yang cukup, serta dilindungi dari kondisi stres. Bayinya tentu saja memerlukan asupan makanan dengan cara yang paling tidak membahayakannya sampai ASI diproduksi kembali.

Ibu menyusui memerlukan bantuan khusus

Berdasarkan pengalaman di lapangan pada berbagai program pengembangan masyarakat, diketahui bahwa sebagian besar praktisi kesehatan mempunyai pengetahuan yang kurang tentang manajemen laktasi. Pengalaman ini dijumpai pula pada program-program di keadaan bencana. Dalam situasi bencana, ibu mengalami situasi yang buruk dan berisiko tinggi mengalami masalah dalam menyusui. Ibu memerlukan bantuan, bukan hanya dukungan moril. Lembaga bantuan bencana dan tenaga di lapangan memerlukan latihan mengenai bagaimana ASI diproduksi dan cara melakukan konseling ibu menyusui agar dapat menolong mereka secara optimal. Pada situasi tertentu bahkan diperlukan orang yang ahli dalam bidang laktasi seperti konselor laktasi. Masalah yang paling sering ditemukan adalah persepsi bahwa produksi ASI kurang, yang makin dipicu oleh stress karena keadaan bencananya sendiri. Perilaku yang mendukung menyusui serta konseling untuk mengatasi trauma menjadi perhatian utama pada keadaan ini. Hal-hal yang menghalangi pemberian makan yang optimal, seperti memberikan suplemen makanan untuk bayi kurang dari 6 bulan dan penggunaan botol untuk pemberian cairan rehidrasi oral sebaiknya dihindari. Sukses menyusui akan menyebabkan kembalinya dan meningkatnya rasa percaya diri ibu, dan hal ini penting untuk mengembalikan kemampuannya dalam merawat dirinya sendiri dan keluarganya.

Pengganti ASI (susu formula) tidak selalu diperlukan

Memberikan pengganti ASI pada bayi dan anak kecil yang ditemukan pada keadaan bencana merupakan tindakan yang sangat berisiko. Tindakan tersebut sebaiknya dilakukan hanya dengan pertimbangan matang dan kesadaran penuh akan masalahmasalah yang dapat ditimbulkannya. Pengganti ASI seharusnya:

  • Dibatasi pemakaiannya pada situasi tertentu saja dalam keadaan bencana
  • Diyakini akan tersedia terus selama waktu bencana
  • Disertai dengan perawatan kesehatan tambahan, air, sumber energi, dan tata laksana diare
  • Mencakup pula rencana untuk memantapkan kembali pemberian makan yang optimal di luar situasi bencana

Petunjuk ini sebaiknya disebarluaskan dan dipatuhi oleh semua pihak yang bekerja pada situasi bencana.

Cara pemberian makan bayi dan anak saat bencana

Berdasarkan hal- hal yang disebutkan sebelumnya, maka cara pemberian makan optimal pada bayi dan anak saat keadaan bencana, adalah sebagai berikut:

  • Inisiasi menyusu dini, yang dilakukan dalam 1 jam pertama kelahiran
  • Posisi dan pelekatan yang efektif saat menyusui
  • Pemberian makan yang sering dan sesuai kebutuhan sampai bayi berusia 6 bulan
  • Menyusui secara eksklusif sampai 6 bulan
  • Terus menyusui setelah mulai memberi makanan pendamping ASI di usia 6 bulan
  • Terus menyusui sampai anak berusia 2 tahun atau lebih
  • Meningkatkan frekuensi menyusui dan tetap memberi makan selama sakit
  • Meningkatkan frekuensi menyusui setelah sembuh dari sakit untuk mempercepat proses penyembuhan dan kejar tumbuh.

Langkah-langkah praktis saat bencana

Situasi saat bencana biasanya membingungkan dan kacau balau. Sangatlah penting dilakukan penilaian untuk menentukan siapa yang memerlukan apa sebagai langkah awal. Untuk melindungi dan mendukung menyusui langkah awal yang perlu dilakukan adalah menentukan bayi yang menyusu atau yang seharusnya menyusu dan selanjutnya mencatat bayi-bayi yang terpisah dari ibunya sementara waktu atau selamanya (piatu). Selanjutnya akan didapatkan 3 kelompok: pertama, bayi yang hanya memerlukan dukungan untuk menyusu; kedua bayi yang memerlukan pertolongan lebih intensif, seperti relaktasi, dan ketiga, bayi yang memerlukan makanan pengganti ASI dan ditata laksana dan dipantau dengan seksama.

Dukungan menyusui

Dukungan menyusui diberikan pada ibu yang mempunyai anak, atau ibu yang tidak mempunyai anak (terpisah dari anaknya) dan mau menjadi ibu susuan pada bayi yang terpisah dari ibunya, dan proses menyusui pada ibu-ibu tersebut masih berjalan dengan baik. Meskipun menyusui masih berjalan dengan baik dan pada pemeriksaan didapatkan ibu dan bayinya sehat, bukan berarti ibuibu ini tidak memerlukan bantuan atau dukungan. Saat bencana ibu-ibu ini rentan untuk mengalami masalah selama menyusui, antara lain: tidak percaya diri dan merasa ASInya kurang, merasa ASInya kurang baik lagi mutunya, karena si ibu sendiri kurang makan, dan meminta makanan pengganti ASI untuk tambahan menyusui, pelekatan buruk. Selain itu dapat pula ditemukan cara pemberian makanan yang tidak sesuai usia, misalnya pada bayi berusia di bawah 6 bulan sudah diberikan makanan atau minuman selain ASI atau menyusui kurang dari 8 kali sehari; pada bayi usia 6-12 bulan tidak diberi makanan pendamping atau makan kurang dari 3 kali sehari.

Dukungan atau bantuan menyusui yang dapat diberikan adalah berupa bantuan menyusui dasar dan lanjut. Bantuan dasar menyusui meliputi:

Memastikan bayi menyusu dengan dengan efektif

  • Membangun rasa percaya diri ibu dan membantu ASInya agar mengalir
  • Meningkatkan produksi ASI
  • Mendorong ibu untuk memberi makan sesuai usia anaknya.

Dukungan di atas merupakan bantuan dasar, namun dukungan tersebut tidak meyelesaikan semua masalah menyusui. Beberapa ibu memerlukan tingkat perawatan lebih lanjut dan ketrampilan tambahan, seperti:

  • Cara memerah ASI dengan tangan.
  • Bagaimana menggunakan alat bantu menyusui dan teknik alat bantu menyusui lainnya.
  • Metoda perawatan kangguru
  • Perawatan pemulihan pada kasus ibu yang mengalami trauma.

Stres tidak menghalangi ibu untuk memproduksi ASI. Namun ibu yang mengalami trauma dan depresi mempunyai kesulitan untuk merespons bayi mereka, merasa tidak pasti ASI nya keluar dan lancar, dan kehilangan percaya diri. Perawatan ditujukan untuk memulihkan keseimbangan mental ibu. Dukungan yang diberikan pada mereka diusahakan semaksimal mungkin sampai pendekatan agama dan kebudayaan ibu, dan membantu agar mau menyusui kembali.

Cara pendekatannya dilakukan dengan berbicara pada ibu dan keluarganya, dan mencari orang yang dekat dengan ibu untuk mendampingi sehingga ibu merasa nyaman. Sedapat mungkin bayi tetap dipertahankan kontak kulit dengan ibu, dan diharapkan ibu tenang dan mau menerima keberadaan anaknya. Bantuan dasar menyusui tetap diberikan agar ibu memulai menyusui kembali. Memang pada beberapa kasus di awal dukungan diperlukan pemberian susu formula dengan cangkir, bahkan pada kasus yang berat dapat dipertimbangkan penggunaan obat penenang yang aman bagi menyusui untuk sementara waktu.

Pertolongan lanjut menyusui diberikan pada bayi berat lahir rendah (BBLR), bayi yang terlihat kurus, berat badan rendah, bayi yang menolak menyusui, ibu yang malnutrisi, dan ibu yang mengalami trauma, krisis emosinal atau menolak bayinya. Selain itu pertolongan lanjut juga diperlukan pada beberapa kondisi payudara.

 

Dukungan relaktasi

Dukungan ini diberikan pada ibu yang mempunyai anak, tapi proses menyusuinya terhenti atau berkurang, atau ibu yang sebelumnya tidak menyusui namun kemudian memutuskan untuk menyusui kembali anaknya atau sebagai ibu susuan.

Dukungan untuk pemberian makanan pengganti ASI yang aman

Dukungan ini diberikan pada ibu yang sebelumnya tidak menyusui anaknya dan tetap memutuskan atau tidak memungkinkan untuk menyusui kembali. Namun terdapat kondisi bayi yang mugkin membutuhkan tambahan makanan pengganti ASI sementara, biasanya sebagai bagian dari Pertolongan lanjut menyusui, pada situasi berikut:

  • Ibu sakit atau malnutrisi berat
  • Ibu dalam masa penyembuhan dan pasokan ASI mulai bertambah
  • Saat mulai relaktasi
  • Bayi telah biasa diberikan makanan tambahan, sementara memantapkan kembali menyusui eksklusif
  • Saat bayi sakit dan tidak dapat menyusu langsung dari payudara
  • Jika ibu mempunyai kondisi payudara yang menyulitkan bayi untuk menyusu (misalnya mastitis atau abses), dan kondisi
  • payudara tersebut sedang ditangani.

Untuk kelompok ibu-ibu ini ada beberapa hal yang perlu disampaikan pada mereka, antara lain: jumlah kebutuhan makanan pengganti, jenis makanan pengganti, cara menyiapkan, dan cara menjaga peralatan makan agar tetap bersih dan aman.

Kebutuhan untuk pemberian makanan pengganti ASI

Pada keadaan darurat penyediaan makanan pengganti ASI dapat dilakukan secara massal atau bagi masing-masing keluarga. Bila dilakukan secara massal perlu diperhatikan kebutuhan akan:

  • Jumlah formula yang dibutuhkan dengan memperhitungkan jumlah bayi/ anak sesuai usia dan berat badannya (Tabel 1)
  • Persediaan lainnya, seperti peralatan makan dan peralatan memasak
  • Staf
  • Transportasi dan penyimpanan juga ketersediaan sumber makanan pengganti ASI.

Menghitung kebutuhan harian makanan pengganti ASI

Bayi memerlukan 100-110 kkal/ kg/ hari. Nilai energi sediaan susu formula adalah 65-70 kkal/100 mL, sehingga bayi memerlukan susu siap pakai sebesar 150 mL/kg/ hari.

Untuk anak usia 6-24 bulan, jumlah susu yang dibutuhkan berkisar antara 200-400 mL/ hari, bila sumber makanan hewani yang dimakan secara teratur cukup. Bila tidak, jumlah susu yang dibutuhkan berkisar antara 300-500 mL/ hari.

Bayi berusia lebih dari 6 bulan yang tidak disusui juga membutuhkan cairan tambahan untuk diminum, setidaknya 400-500 mL/ hari pada iklim sedang, dan 800-1000 ml perhari pada iklim panas. Cairan yang diberikan dapat berupa air putih yang bersih (kalau perlu direbus).

Jika susu dan sumber makanan hewani lainnya tidak dikonsumsi bayi secara teratur, berikan padi-padian dan kacang-kacangan (seperti tahu, tempe, kacang merah, kacang hijau, dan lain-lain) setiap hari untuk memastikan bayi mendapat kualitas protein yang cukup. Selain itu makanan yang kaya zat gizi mikro juga diharapkan melengkapi kebutuhan bayi.

Jenis pengganti ASI yang dapat diberikan

Untuk bayi berusia kurang 6 bulan makanannya hanya bergantung pada susu saja. Contoh pengganti ASI yang cocok adalah antara lain: susu formula yang sesuai dengan Codex Alimentarius, susu buatan rumah yang dimodifikasi dibuat dari susu hewan murni, atau susu bubuk fullcream atau susu Ultra Heat Treated (UHT), dengan cara diencerkan dengan air, dan ditambahkan gula dan zat gizi mikro. Semua susu hewan harus dipanaskan terlebih dahulu ketika akan diberikan untuk makanan bayi.

Susu yang tidak boleh digunakan adalah susu hewan yang tidak dimodifikasi untuk bayi kurang dari 6 bulan, susu kental manis (susu ini tidak cocok, karena terlalu banyak gula dan tidak mengandung cukup lemak, protein, dan zat gizi), minuman sereal, air, dan minuman seperti jus dan teh.

Untuk anak usia 6-24 bulan jenis susu yang dapat diberikan adalah susu fullcream, termasuk susu kambing, kerbau, sapi, dan susu UHT.

Sedangkan susu kental manis, susu skim/ semi skim (semi skim dapat diberikan setelah usia 12 bulan), kopi krimer, susu kedelai (kecuali susu formula bayi yang berbasis kedelai) tidak dapat diberikan pada anak usia 6-24 bulan.

Cara menyiapkan dan menyimpan pengganti ASI

Dalam menyiapkan pengganti ASI selalu periksa instruksi pada label formula komersial karena berbeda merk berbeda aturannya, yaitu biasanya dalam rincian bahan, takaran, dan pencampurannya. Jika menggunakan cangkir perlu disiapkan dan dikalibrasi takaran untuk air, dengan cara sebagai berikut:

  • Gunakan neraca takar 60, 120, 180 ml (jika tidak ada -- dapat digunakan botol susu untuk menakar)
  • Dengan menggunakan alat takar, air dituangkan sebanyak 60, 120, atau 180 ml ke dalam cangkir transparan untuk membuat tanda di permukaan luar cangkir. Cangkir ini dapat digunakan oleh ibu atau pengasuh di rumah untuk menakar jumlah air bila akan menyiapkan makanan pengganti ASI.

Bila susu formula tidak dapat dibuat dengan menggunakan dengan air panas.

Dengan berbagai alasan komposisi,dan untuk tujuan medis, ada susu bubuk yang tidak dapat dibuat dengan menggunakan air panas 70°C. Bila formula ini tidak tersedia dalam bentuk cairan steril, susu harus dibuat segera dan segar menggunakan air yang telah dididihkan dan kemudian didinginkan dibawah 70°C dan harus segera dikonsumsi. Sebaiknya susu tidak disimpan untuk digunakan kemudian. Buang semua sisa susu setelah 2 jam.

Bila tidak tersedia air mendidih

Cara menyiapkan makanan pengganti ASI yang paling aman adalah dengan menggunakan air mendidih yang kemudian didinginkan hingga 70°C. Bila air mendidih ini tidak ada, dapat digunakan formula cair yang steril. Alternatif lain digunakan air jernih, steril dan segar dengan suhu kamar dan segera dikonsumsi (tidak dapat disimpan).

Bila kualitas air buruk

Bila kualitas air buruk, digunakan cara memasak hingga mendidih, klorinasi, dan filtrasi agar air aman digunakan. Untuk desinfeksi air dapat dilakukan dengan cara memasak air hingga mendidih dan tambahkan 3-5 tetes klorin setiap 1 liter air, atau dengan menggunakan penyaring untuk menghilangkan kuman yang berbahaya secara fisik.

Bila tidak tersedia lemari pendingin

Bila tidak ada lemari pendingin, maka jangan menyimpan atau menyiapkan formula bila tidak segera akan diminum, selalu menyiapkan susu bubuk formula segera saat akan diminum.

Cara pemberian makanan pengganti ASI

Dalam situasi apapun terutama dalam keadaan darurat rekomendasi metoda pemberian makanan pengganti ASI adalah menggunakan cangkir daripada botol. Penggunaan botol meningkatkan risiko terjadinya penyakit. Sehingga penggunaan botol dan kempeng/ dot harus ditekan dengan aktif pada keadaan bencana/ darurat, karena berisiko tinggi terkontaminasi dan sulit dibersihkan.

Namun kenyataannya sering ditemukan bahwa di daerah dan kebudayaan tertentu ibu memberi makanan pengganti ASI dengan botol (sebelum keadaan bencana terjadi). Tentu saja pada situasi ini tidak akan mudah untuk mengharapkan ibu segera beralih dari menggunakan botol ke cangkir. Pada ibu-ibu tersebut tentu saja perlu diinformasikan anjuran bagaimana menjaga agar penggunaan botol aman dan bersih, dan cara merawat anak yang meminum dari botol.

Menjaga agar peralatan makan bersih dan aman

Seluruh peralatan makan (cangkir, sendok, alat takar) harus dibersihkan dengan baik untuk memastikan bahwa makanan dipersiapkan seaman mungkin. Setelah digunakan, cuci peralatan dengan air dingin terlebih dahulu kemudian dengan air hangat bersabun. Ini harus segera dilakukan, sebelum susu mengeras dan terjebak di permukaan, sehingga menjadi tempat berkembang biak kuman yang sulit dibersihkan. Setelah itu peralatan disimpan dalam wadah kering yang bersih dengan tutup atau tutup dengan kain bersih sampai penggunaan berikutnya.

Cara membersihkan cangkir adalah dengan mencuci dan menggosoknya dengan air panas bersabun setiap habis digunakan. Jika memungkinkan cangkir dicelup ke dalam air mendidih atau tuang air mendidih ke atas cangkir sebelum digunakan. Perebusan tidak diperlukan untuk cangkir yang terbuka.

Membersihkan botol dan dot pertama kali harus selalu dengan cara sterilisasi. Setelah itu setiap selesai digunakan, botol harus dibersihkan bagian dalamnya sampai semua sudutnya menggunakan sikat botol (sikat panjang dan ramping yang dapat mencapai dasar botol). Botol dan dot harus disterilisasi. Jika tidak, dapat meningkatkan risiko diare dan penyakit lainnya, terutama dalam situasi darurat dengan kondisi kebersihan dan sanitasi yang biasanya buruk.

Cara sterilisasi peralatan

Dua cara sederhana yang dapat dilakukan untuk sterilisasi peralatan adalah dengan cara:

  • Desinfeksi, yaitu dengan menggunakan cara kimiawi dalam hal ini larutan sodium hipoklorit 1% (pemutih) sebanyak 15 ml dilarutkan dalam 1 liter air, yang disiapkan langsung setiap harinya. Peralatan seluruhnya direndam selama 1 jam dalam larutan desinfektan. Setelah digunakan larutan ini harus segera dibuang setiap harinya.
  • Perebusan (uap panas), yaitu dengan menempatkan peralatan yang akan disteril dalam panci besar, kemudian disiram dengan air mendidih sampai semua botol terisi air dan seluruh peralatan terendam air. Air dibiarkan terus mendidih selama 5 menit, yang ditandai dengan air terus berbuih. Setelah itu dibiarkan mendingin di dalam air, dan ditutup dengan penutup steril.

Setelah sterilisasi peralatan harus dikeringkan dengan baik, dengan cara ditiriskan, kemudian dilindungi dari kontaminasi. Botol diletakkan terbalik di tempat pengeringan yang steril dan idealnya ditutup dengan menggunakan kain bersih. Peralatan sebaiknya tidak dikeringkan dengan kain, karena ada risiko kontaminasi.

Pemberian bantuan makanan pengganti ASI saat bencana

Dari uraian di atas dapat dimengerti mengapa menyusui di saat bencana atau situasi darurat sangat dianjurkan, karena pemberian makanan pengganti ASI yang aman mempunyai konsekuensi yang berat dan cukup rumit untuk dilakukan dalam situasi darurat atau bencana. Pemberian makanan pengganti ASI dapat meningkatkan risiko diare, kekurangan gizi, bahkan kematian pada bayi dan anak. Oleh karena itu berbagai badan dunia, seperti WABA (World Alliance for Breastfeeding Action), UNICEF, WHO, ENN (Emergency Nutrition Network) juga Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengeluarkan rekomendasi tentang pemberian makan pada bayi dan anak di saat bencana atau keadaan darurat.

Pada tanggal 7 Januari 2005 IDAI bersama-sama dengan WHO dan UNICEF mengeluarkan pernyataan bersama tentang rekomendasi pemberian makanan bayi pada situasi darurat. Dalam pernyataan tersebut disebutkan bahwa: Distribusi maupun penggunaan makanan pengganti ASI yang didapat dari sumbangan para donor harus dimonitor oleh tenaga terlatih.

Kesimpulan

Pemberian ASI di saat bencana menjadi penting, karena dapat melindungi bayi dari serangan penyakit. Pemberian makan pengganti ASI yang aman dalam situasi ini sangat sulit dan rumit untuk dilakukan, karena higiene sanitasi yang buruk, juga ketidaktersediaan air bersih yang cukup. Oleh karena itu menyusui diusahakan semaksimal mungkin bahkan bagi ibu-ibu yang sebelumnya tidak menyusui atau telah berhenti menyusui dapat diusahakan untuk menyusui kembali (relaktasi). Bagi sebagian ibu yang tidak mungkin menyusui kembali perlu diberi informasi tentang cara pemberian makanan pengganti ASI yang aman. Berbagai bantuan makanan pengganti ASI di saat bencana perlu mendapat pengawasan tenaga terlatih untuk menghindari risiko.

 

 

 

Sumber : Buku Indonesia Menyusui

 

Silahkan bagikan artikel ini jika menurut anda bermanfaat bagi oranglain.