Bulan Desember 2017 ditandai dengan merebaknya penyakit difteri. Laporan penyakit ini berdatangan dari seluruh negeri, membuat jumlah kasus meningkat pesat hingga melebihi angka 700 sepanjang tahun. Tentu kejadian luar biasa yang menakutkan ini perlu diketahui oleh para orang tua. Berikut adalah beberapa fakta mengenai KLB difteri di Indonesia.
- Difteri adalah penyakit mematikan. Sebelum vaksin ditemukan, sekitar separuh penderita meninggal dunia. Pada jaman itu beberapa orang terkenal diduga juga meninggal karena penyakit difteri. Situasi berubah dramatis sejak vaksin ditemukan.
- Difteri disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diphtheriae. Bakteri ini mampu menghasilkan racun yang merusak sel di tingkat lokal maupun menyeluruh. Di tingkat lokal, yang tersering terlihat adalah bercak atau selaput putih kotor, terutama di dalam rongga mulut. Secara menyeluruh, racun difteri sering menyerang jantung dan menyebabkan kematian.
- Difteri dapat dicegah. Salah satu upaya pencegahan paling penting adalah melalui imunisasi. Vaksin difteri adalah salah satu vaksin tertua yang masih digunakan hingga saat ini. Kemampuan vaksin ini sangat baik. Vaksin tidak cukup diberikan hanya 3 kali. Sedikitnya seseorang harus menerima 6-7 kali dalam hidupnya.
- Penularan utama difteri adalah melalui percikan cairan atau ludah (droplet). Penyakit ini tidak menular untuk jarak yang relatif jauh.
- Difteri dapat menyerang semua organ. Dimanapun yang diserang pasti akan terlihat selaput atau bercak putih dengan persyaratan tertentu. Seandainya meragukan, penilaian dari orang yang lebih berkompeten sangat penting.
- Pengobatan difteri terdiri dari beberapa unsur seperti isolasi, anti racun, antibiotika, pengobatan keluhan tambahan, melengkapi imunisasi, dan pengobatan komplikasi.
- Karena menular, pada setiap kasus difteri selalu dilakukan penelusuran orang terdekat di lingkungan penderita. Kelompok yang dievaluasi adalah orang serumah, teman sekelas, rekan sekantor, teman sepermainan, dsb. Kepada mereka ini dapat diberikan upaya pencegahan, imunisasi, serta pemeriksaan hapusan dari hidung dan tenggorok.
- Ada lebih dari 20 provinsi yang terdampak tahun 2017. Daerah dengan jumlah kasus terbanyak adalah Jawa Timur dan Jawa Barat.
Menyikapi beberapa fakta mengenai penyakit difteri di atas, berikut adalah saran bagaimana sebaiknya orang tua bersikap.
- Selalu memperbaharui status imunisasi anak. Periksalah data imunisasi anak secara berkala. Jika telah tiba saat imunisasi segera bawa ke sarana kesehatan. Jika terlambat, imunisasi tetap dapat diberikan.
- Hindari kerumunan banyak orang dan menggunakan masker untuk mengurangi kemungkinan penularan di tempat umum. Secara fisik, orang yang membawa bakteri difteri di tubuhnya tidak akan dapat dibedakan dengan mereka yang sehat. Kewaspadaan perlu lebih dituingkatkan.
- Jika anak sakit, selalu mengecek rongga mulut. Anak diminta membuka mulutnya. Jika nampak lapisan atau bercak putih, segera bawa anak berobat. Semua difteri selalu ditandai dengan bercak putih namun tidak semua bercak putih adalah difteri.
- Mengikuti petunjuk petugas kesehatan, baik dalam hal pencegahan, diagnosis, serta pengobatan.
- Orang tua sebaiknya tetap tenang dan tidak perlu panik. Semua hal akan menjadi lebih terarah bila dilakukan dengan tenang. Melakukan upaya pencegahan, memeriksakan secara dini anak sakit, serta mengupayakan pengobatan sesegera dan setepat mungkin adalah hal penting dalam menghadapi penyakit difteri.
- Apabila ada anggota keluarga yang sakit, seluruh anggota keluarga dan semua orang yang tinggal di rumah yang sama perlu ditelusuri. Penelusuran mencakup pemeriksaan hidung tenggorok, pemberian obat pencegahan, dan melengkapi imunisasi. Kegiatan ini dilakukan terkoordinir oleh petugas dinas kesehatan setempat.
- Menyikapi berita miring atau gosip atau hoax menyangkut difteri dan imunisasi secara bijaksana. Setiap berita perlu dievaluasi kebenarannya, bahkan yang berasal dari orang yang kita percayai sepenuhnya. Disarankan berita di media sosial atau media massa tidak langsung disebarluaskan sebelum dibuktikan kebenarannya.
- Hanya menggunakan sumber terpercaya untuk memperoleh informasi mengenai difteri serta imunisasi. Sumber ini bisa berasal dari Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ikatan Dokter Indonesia, Rumah Sakit terakreditasi, Kementerian Kesehatan RI, serta media massa terkemuka dengan reputasi baik.
- Mengikuti petunjuk petugas kesehatan sekiranya memang terkena penyakit difteri. Aturan isolasi, lama pengobatan, variasi jenis obat, kesulitan dalam pengobatan, serta beberapa hal lain akan menjadi jauh lebih baik bila dikerjakan sepenuhnya dalam koordinasi dengan petugas kesehatan.
Khusus mengenai Outbreak Response Immunization (ORI), berikut beberapa hal untuk diketahui orang tua :
- ORI adalah salah satu respon dalam situasi kejadian luar biasa (KLB)
- Sasaran ORI saat ini adalah seluruh anak berusia di bawah 19 tahun.
- Semua sasaran akan menjalani 3 kali imunisasi, pada bulan ke-0, 1, dan 6. Semua sasaran tidak lagi dipengaruhi oleh status imunisasi sebelumnya.
- ORI hanya dilakukan di daerah tertentu sesuai ketentuan pemerintah. Daerah di luar ORI tidak melakukan kegiatan ini.
- ORI tidak perlu ditanggapi dengan kepanikan. Sebaliknya, bawalah semua orang berusia di bawah 19 tahun di dekat anda untuk menerima imunisasi dalam rangka ORI ini.
- Mereka yang tinggal di luar daerah ORI namun berkeinginan mendapatkan imunisasi seperti ORI dapat menghubungi puskesmas/RS setempat.
- Mereka yang tidak berasal dari daerah ORI namun mengunjungi daerah ORI ini juga boleh mendapat imunisasi.
- Informasi yang benar perlu disebarluaskan dengan tujuan sebanyak mungkin orang akan hadir untuk ORI.
Penulis: Dr. Dominicus Husada, Sp.A(K)
Reviewer: DR. Dr. Anggraini Alam, Sp.A(K)
UKK Infeksi dan Penyakit Tropis
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Artikel lainnya:
FAQ Seputar Kegiatan Outbreak Response Immunization (ORI) Difteri
Pendapat Ikatan Dokter Anak Indonesia Kejadian Luar Biasa Difteri
Himbauan IDAI Tentang Peningkatan Kewaspadaan Terhadap Kasus Difteri