Obesitas pada Anak

01-seputar-kesehatan-anak

 Mengenal Obesitas pada Anak

Saat ini, praktisi kesehatan anak di seluruh dunia, di negara maju maupun negara berkembang, mengkhawatirkan makin meningkatnya jumlah anak yang mengalami obesitas. Di negara-negara maju seperti Amerika Serikat atau Australia, sepertiga sampai setengah anak dan remaja mengalami obesitas. Di kota-kota besar di Indonesia, lebih dari 10% anak telah mengalami obesitas.

Obesitas merupakan masalah kesehatan yang penting, selain karena merupakan faktor risiko timbulnya penyakit kronis degeneratif di kemudian hari, obesitas juga sudah banyak menimbulkan masalah pada usia anak dan remaja. Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa obesitas pada masa anak berkaitan dengan kejadian obesitas pada masa dewasa. Berbagai pengamatan juga menunjukkan bahwa makin dini seorang anak mengalami obesitas, makin rendah usia harapan hidupnya akibat menderita penyakit-penyakit kronis degeneratif seperti diabetes mellitus tipe 2, penyakit jantung, stroke dan kanker. Pada masa anak dan remaja, obesitas juga dapat mengakibatkan hipertensi, sleep apnea, masalah pernapasan, masalah postur dan perkembangan tulang ekstremitas, masalah psikososial, masalah hormonal dan sistem reproduksi, alergi dan hipersensitivitas dan masih banyak lagi.

Pencegahan dan manajemen obesitas anak merupakan tantangan tersendiri, bukan hanya bagi petugas kesehatan tetapi juga bagi masyarakat secara umum. Secara umum, obesitas diatasi dengan membatasi asupan makan dan meningkatkan aktivitas fisik, tetapi hal tersebut sulit dapat dilakukan bila lingkungan sangat tidak mendukung. Mengurangi asupan kalori dapat dilakukan dengan menurunkan asupan lemak dan karbohidrat serta meningkatkan asupan serat dan air. WHO merekomendasikan asupan buah dan sayur minimum 5 porsi sehari, disertai cukup minum tanpa gula. Mengurangi asupan minuman bergula terbukti mampu menghambat peningkatan berat badan anak obes.

 

Seberapa Banyak Anak Harus Makan?

Yang masih menjadi diskusi menarik di antara para ahli adalah, berapa banyak kalori yang kita perlukan. Ada beberapa teori, salah satu yang menarik adalah asumsi bahwa kebutuhan kalori itu bersifat individual dan yang paling penting harus kita ajarkan pada anak adalah mengenali rasa lapar dan rasa kenyang. Anak harus bisa membedakan antara lapar di mulut (ingin) dan lapar di perut (memang lapar), serta menyarankan mereka untuk hanya makan bila lapar (di perut). Setelah itu, anak juga harus belajar mengenali rasa kenyang sehingga bisa berhenti makan meskipun masih ingin.

Rekomendasi tersebut diusulkan setelah diketahui bahwa dorongan untuk makan pada kebanyakan individu obes, pada anak-remaja maupun dewasa, bukanlah rasa lapar yang sesungguhnya melainkan hanyalah dorongan keinginan untuk makan. Beberapa penelitian bahkan menunjukkan bahwa pada beberapa individu sangat obes telah terjadi kecanduan makan. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa pemberian ASI eksklusif dilanjutkan dengan ASI selama mungkin menurunkan risiko obesitas. Meskipun demikian, teori mengapa hal tersebut bisa terjadi belum banyak diketahui. Salah satu teori yang banyak dibicarakan adalah, menetek sesuka bayi mengajarkan anak untuk mengenali rasa lapar dan rasa kenyang.

Cara pemberian makan pada masa usia dini juga banyak menjadi perhatian. Kebiasaan orang tua untuk menyuapi anaknya sambil bermain atau menonton televisi ternyata dianggap berisiko merusak perilaku makan anak. Anak akan mengaitkan makan dengan perasaan senang atau perasaan positif yang biasanya menyertai saat menonton acara televisi atau bermain, sehingga bila suatu saat dia merasa sedih atau stres dia akan menghibur diri dengan makan. Makan haruslah menjadi kegiatan yang mengandung emosi netral, tidak berkaitan dengan perasaan senang atau puas dan tentu saja tidak berkaitan dengan perasaan sedih atau tertekan.

 

Mengajak Anak Lebih Banyak Beraktivitas

Meningkatkan aktivitias fisik harus dilakukan dengan dua cara, yaitu meningkatkan aktivitas fisik sedang dan berat serta mengurangi aktivitas fisik yang dilakukan dengan duduk atau berbaring, kecuali tidur. Berbeda dengan yang selama ini menjadi anggapan umum, tidur cukup ternyata justru melindungi terhadap obesitas. Aktivitas duduk atau tiduran yang sering dianggap mengakibatkan obesitas adalah menonton televisi dan aktivitas lain dengan gadget karena kegiatan tersebut sering dilakukan selama berjam-jam terus menerus.

Selain olah raga rekreasional teratur, meningkatkan aktivitas fisik bisa dilakukan dengan lebih banyak melibatkan anak pada pekerjaan rumah tangga sehari-hari serta mengurangi penggunaan mobil pribadi. Penggunaan kendaraan umum untuk pergi ke sekolah, bila bersepeda atau berjalan kaki tidak mungkin dilakukan, ternyata cukup bermakna untuk mengurangi risiko obesitas. Pada anak yang lebih muda, mengurangi menggendong dan penggunaan kereta dorong (stroller) juga sangat bermanfaat.

 

 

Penulis: Madarina Julia (Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UGM/ RS Sardjito Yogyakarta)

Image courtesy of: IDAI (50 Tahun IDAI: Untuk Mereka Kita Bekerja)

Silahkan bagikan artikel ini jika menurut anda bermanfaat bagi oranglain.